MEMBONGKAR ADAT LAMO PUSAKO USANG
Oleh: H. Aulia Tasman
Gelar Depati Muaro Langkap
Jambi, 6 Januari 2015
GELAR PEMANGKU ADAT: ALAM MINANGKABAU, ALAM KERINCI DAN TANAH PILIH JAMBI - (8)
PENURUNAN GELAR ADAT ALAM KERINCI:
PEMEKARAN WILAYAH ADAT DAN KEDEPATIAN
A. (Periode Abad ke 13 – 15 Masehi)
Sampai pada abad ke 12 Masehi hampir semua sistem pemerintahan di Alam Kerinci menggunakan sistem pemerintahan sigindo, yaitu pemuka masyarakat yang menjadi pimpinan dusun. Namun kira-kira semenjak tahun 1280-an semenjak kedatangan pasukan ekspedisi Pamalayu yang sudah berinteraksi dengan penduduk lokal dalam bentuk perkawinan dan lainnya tidak berniat untuk kembali ke pulau Jawa. Kemudian sebagian pemimpin mereka yang mereka yang tidak bersedia untuk pulang ke Jawa, mereka menyebar sampai ke Alam Kerinci dipimpin oleh Patih Semagat (Raden Serdang) dan tokoh-tokoh lain. Tentang kedatangan sebagain pasukan Ekspedisi Pamalayu ke Kerinci tercatat dalam tulisan rencong sko pedandan dusun Tanjung Tanah dan kitab Daluwang bertulisan Jawa Kuno. Pasukan Ekspedisi Pamalayu yang datang ke Kerinci semuanya menetap dan akhirnya membaur dan berinteraksi dengan orang Kerinci walaupun tidak mampu merubah semua tatanan sistem pemerintahan dan keakraban dalam masyarakat namun banyak terjadi perubahan dan penyesuaian yang terjadi di alam Kerinci akibat dari kedatangan mereka yang berbeda latar belakang sosial budaya.
Berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat telah terjadi di Alam Kerinci. Salah satunya terkait dengan ikatan kumunitas masyarakat adat dalam dusun yang ternyata sangat kuat di dalam mengatur warganya. Pimpinan larik, pimpinan dusun dan para tetua dusun sangat kental pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dusun tidak hanya diatur semata berdasarkan ketentuan adat tetapi juga telah diatur dengan tata nilai keagamaan. Para pemuka agama turut memberikan andil yang besar dalam membina masyarakat. Pengaturan dusun dilakukan pemangku adat yang terjadi mengindikasikan adanya pergeseran sistem nilai dalam kepemimpinan masyarakat, dimana kekuasaan para Segindo mulai menjadi kabur dan kurang berpengaruh lagi. Perubahan yang terjadi sudah tentu menghendaki beberapa penyesuaian dalam sistem tata pemerintahan masyarakat, baik dalam bentuk pemerintahan dusun, negeri maupun kesatuan negeri.
Kemudian terjadi perubahan sistem pemerintahan sigindo untuk bebeapa wilayah sigindo, namun sifatnya hanya terbatas atau tidak secara keseluruhan di wilayah sigindo. Pada sistem pemerintahan Pamuncak berlaku dengan pola yang sama namun gelar sebutannya agak berbeda dengan sebelumnya menggunakan nama sigindo. Negara dengan sistem pamuncak ini antara lain, Kerajaan Pamuncak nan Tigo Kaum (Kerajaan Manjuto) yang terdiri dari Pamuncak Tuo di Pulau Sangkar, Pamuncak Tengah di Tanjung Kaseri (Serampas), Pamuncak Bungsu di Koto Tapus (Sungai Tenang). Masa sistem pemuncak adalah sejak awal abad ke 13 Masehi sampai dengan akhir abad ke 13 M. Namun sampai berjalannya pemerintahan selama satu abad tersebut belum diperoleh informasi mengenai siapa pimpinan adat dari awal berdirinya sampai berakhirnya masa pemerintahan pamuncak, informasi yang diperoleh hanya salah satu pimpinan adat terakhir saja yang banyak diketahui. Namun Daerah pamuncak lain adalah Pamuncak Pulau Rengas dan Pamuncak Pemenang – Pemberab, lahir kemudian karena tidak menganut sistem kedepatian melainkan gelar pemimpin adatnya adalah “Pemangku” maka nama pamuncak di dua daerah ini tidak mengalami perubahan.
Di antara sumbangan pemikiran dalam pembenahan sistem dan struktur pemerintahan adalah dalam hal penyempurnaan gelar pejabat atau pemangku adat. Maka masuklah beberapa istilah Jawa ke dalam ketatanegaraan masyarakat Kerinci seperti: kata (A)depati, (Te) menggung, (Per) menti, (Pe) mangku, Rio, Ngabi, Kaluhan, Ngalawe, Mendapo, dan lain-lain. Dengan adanya asimilasi penduduk pendatang terutama dari Jawa ke dalam struktur pemerintahan Sigindo sehingga menyebabkan terjadinya perubahaan dalam ketatanegaraan dan sistem pemerintahan. Pimpinan adat dinamakan Depati yang menguasai dusun atau beberapa dusun.
Semenjak itu pula maka sistem kemasyaratan di Alam Kerinci mengalami perubahan nama bagi pemimpin adat mereka. Nama “depati’ digunakan untuk menggantikan nama sigindo dan pamuncak. Masing-masing wilayah sigindo dan pamuncak bermunculan pemimpin wilayah yang bergelar depati. Gelar Depati ini digenapi dengan mengangkat pimpinan depati dan depati-depati pendukung pimpinan yang sering pula diistilahkan dengan istilah ‘kemerkan atau kembang rekan’. Sehingga pimpinan adat tidak berjalan sendiri, beliau dibantu oleh depati-depati kembang rekan.
Daerah kekuasaan masing-masing sigindo sebelum zaman depati di sekitar wilayah negeri masing tempat duduknya penguasa-penguasa tersebut. Jadi masing-masingnya merupakan penguasa dari kelompok-kelompok masyarakat yg tidak begitu besar. Fungsi nasing-masing mereka bukan pula sebagai seorang raja absolut, tetaoi hanya sebagai tua kampung atau kepala suku.
Dalam masa pemerintahan sigindo ini, Kerinci telah mengenal hubungan dengan daerah-daerah luar. Adapun orang-orang luar yang penting masuk ke Kerinci dan kemudian menetap di Kerinci waktu itu antara lain:
1. Sultan Maharaja Hakekat, keturunan raja Pagarruyung. Beliau diutus ke Kerinci untuk menyebarkan Agama Islam, menetap di Tamiai dengan nama Raden Serdang (lihat Tambo Raden Serdang). Beliau kawin dengan anak Sigindo Bauk, sesuai dengan adat setempat beliau berhak menerima gelar adat dan berhak pula menggantikan mertuanya sebagai kepala adat setempat. Nama Sigindo Bauk akhirnya diganti dengan nama Depati Muaro Langkap.
2. Indra Jati, berasal dari Kerajaan Minangkabau dan keturunan Mengkudum di Sumanik (lihat tambo Indrapura). Sama halnya dengan Raden Serdang, beliau kemudian diangkat menjadi pimpinan adat di Tanah Hiyang (Klerk. 1890). Gelar kebesaran yang dianugerahkan kepada Indra Jati gelar Depati Atur Bumi. Oleh karena beliau kawin dengan anak sigindo Kuning di Seleman, maka beliau juga menyandang gelar Depati Batu Hampar.
3. Raja Keninting, adik raja Minangkabau Tuanku Syah Alam. Dengan melalui Indrapura beliau sampai di negeri Banto. Dalam perjalanan selanjutnya di daerah Batang Merangin beliau bertemu Raden Serdang di Tamiai. Kemudian anak Raja Keninting bernama Sigindo Batinting kawin dengan Puti Unduk Pinang Masak yang berasal dari Pagarruyung. Pada zaman depati gelar tertinggi yang memimpin wilayah sigindo Batinting atau Pamuncak Tuo adalah Depati Rencong Telang.
4. Lain halnya dengan Sigindo Teras yang berada di Pengasi, beliau adalah penduduk asli daerah tersebut dan seiring dengan perkembangan wilayah, gelar sigindo teras berubah nama menjadi Depati Biang Sari.
Tentang waktu kedatangan ke tiga orang di atas tidak begitu jelas namun mereka datang ke Kerinci dalam waktu yang tidak berbeda jauh. Pada sekitar tahun 1280 M masing-masing mereka sudah menyandang gelar sigindo. Pada masa pemerintahan Sigindo ini, agama Islam telah berkembang di Kerinci.
Perkembangan selanjutnya dikatakan bahwa nama itu kemudian menjadi berubah sesudah adanya penyatuan netral Kerinci sebagai akibat dari ada dua kiblat pemerintahan yang selalu berusaha untuk merangkul Kerinci sebagai bagian dari negara atau pemertintahannya, yaitu Kerajaan Melayu Dharmasraya yang sudah dari awal ingin mengontrol Kerinci, ini ditandakan ditemukannya Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah oleh Uli Kozok, yang di dalam uraiannya tercantum bahwa UU itu dibuat semasa Kerajaan Melayu Dharmasraya pada abad ke 13 dan dikirim ke penguasa di Kerinci untuk diterapkan kepada seluruh masyarakat Kerinci.
Menghadapi kekuatan besar kerajaan Melayu Dharmasraya mempengaruhi Pemerintahan Depati IV Alam Kerinci tersebut, maka pemerintahan ini selalu melakukan reposisi kondisi internal daerah dan negara secara keseluruhan.
Penguatan institusi terjadi secara terus menerus, pimpinan adat diperkuat dengan menambah perangkat adat lainnya. Misalnya untuk kepentingan dan kekuatan wilayah Depati Atur Bumi, maka ditambah pula beberapa depati seperti Depati Batu Hampar adalah pimpinan wilayah secara internal memimpin urusan dalam wilayah mereka. Bila ada urusan keluar atas nama wilayah maka yang dibawa nama adalah Depati Atur Bumi. Di wilayah Rencong Telang juga berkembang banyak depati, antara lain Depati Telago, Depati Sangkar dan lainnya. Untuk urusan internal dalam wilayah Depati Rencong Telang maka secara internal dipimpin oleh Depati Telago, namun kalau ada urusan yang berhubungan dengan negara konfederasi (Depati IV Alam Kerinci) maka gelar yang dibawa keluar oleh Depati Talago adalah Depati Rencong Telang.
Tidak itu saja ada kesepakatan bahwa siapa saja yang ditunjuk oleh kerapatan adat, depati yang ditunjuk mewakili wilayah harus membawa keluar nama kebesaran Depati Rencong Telang. Demikian pula di Tamia, untuk urusan internal dibentuk Depati Muncak, Depati Miai, Depati Brau dan lainnya. Untuk urusan pemerintahan sehari-hari dipimpin oleh Depati Muncak, sedangkan untuk kepentingan pemerintahan Depati IV Alam Kerinci gelar yang disandang oleh Depati Muncak atau yang lainnya adalah Depati Muara Langkap. Gelar kebesaran untuk wilayah Serampas adalah Depati Sri Bumi Putih. Gelar kebesaran wilayah Sungai Tenang adalah Depati Purwo Menggalo. Demikian seterusnya untuk wilayah-wilayah di Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah. Lengkapnya seperti berikut ini:
A. Lembaga Adat Wilayah Depati Rencong Telang
1. Depati Talago
2. Depati Sangkar
3. Depati Kerinci
4. Depati Suko Berajo
5. Depati Belinggo
6. Depati Anggo Rajo
B. Lembaga Adat Wilayah Depati Muaro Langkap
1. Depati Muara Langkap
2. Depati Muncak
3. Depati Miai
4. Depati Berau
C. Lembaga Adat Wilayah Depati Biang Sari
1. Depati Biang Sari
2. Depati Karan Pandan
3. Depati Langit
D. Lembaga Adat Wilayah Depati Atur Bumi
1. Depati Batu Hampar
2. Depati Mudo Terawang Lidah
3. Depati Kuning
4. Depati Taroh Bumi
5. Depati Cahayo Negeri
6. Depati Kepalo Sembah
E. Lembaga Adat Wilayah Depati Sri Bumi Putih
1. Depati Katri Udo Menggalo
2. Depati Seniudo
3. Depati Suto Menggalo
4. Depati Ango Bayo
5. Depati Singo Negaro
6. Depati Pulang Jawo
F. Lembaga Adat Wilayah Depati Purwo Menggalo
1. Depati Ranah Yuda
2. Depati Udo Menggalo
3. Depati Muncak Alam Tiang Agamo
4. Depati Mudo Pamuncak Alam
5. Depati Sembilan Tiang Pumpung
6. Depati Mangku Yudho
G. Lembaga Adat Wilayah Depati Setio Nyato
1. Depati Setio Nyato
H. Lembaga Adat Wilayah Depati Setio Rajo
1. Depati Setio Rajo
I. Lembaga Adat Wilayah Depati Setio Beti
1. Depati Setio Beti
Oleh: H. Aulia Tasman
Gelar Depati Muaro Langkap
Jambi, 6 Januari 2015
GELAR PEMANGKU ADAT: ALAM MINANGKABAU, ALAM KERINCI DAN TANAH PILIH JAMBI - (8)
PENURUNAN GELAR ADAT ALAM KERINCI:
PEMEKARAN WILAYAH ADAT DAN KEDEPATIAN
A. (Periode Abad ke 13 – 15 Masehi)
Sampai pada abad ke 12 Masehi hampir semua sistem pemerintahan di Alam Kerinci menggunakan sistem pemerintahan sigindo, yaitu pemuka masyarakat yang menjadi pimpinan dusun. Namun kira-kira semenjak tahun 1280-an semenjak kedatangan pasukan ekspedisi Pamalayu yang sudah berinteraksi dengan penduduk lokal dalam bentuk perkawinan dan lainnya tidak berniat untuk kembali ke pulau Jawa. Kemudian sebagian pemimpin mereka yang mereka yang tidak bersedia untuk pulang ke Jawa, mereka menyebar sampai ke Alam Kerinci dipimpin oleh Patih Semagat (Raden Serdang) dan tokoh-tokoh lain. Tentang kedatangan sebagain pasukan Ekspedisi Pamalayu ke Kerinci tercatat dalam tulisan rencong sko pedandan dusun Tanjung Tanah dan kitab Daluwang bertulisan Jawa Kuno. Pasukan Ekspedisi Pamalayu yang datang ke Kerinci semuanya menetap dan akhirnya membaur dan berinteraksi dengan orang Kerinci walaupun tidak mampu merubah semua tatanan sistem pemerintahan dan keakraban dalam masyarakat namun banyak terjadi perubahan dan penyesuaian yang terjadi di alam Kerinci akibat dari kedatangan mereka yang berbeda latar belakang sosial budaya.
Berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat telah terjadi di Alam Kerinci. Salah satunya terkait dengan ikatan kumunitas masyarakat adat dalam dusun yang ternyata sangat kuat di dalam mengatur warganya. Pimpinan larik, pimpinan dusun dan para tetua dusun sangat kental pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dusun tidak hanya diatur semata berdasarkan ketentuan adat tetapi juga telah diatur dengan tata nilai keagamaan. Para pemuka agama turut memberikan andil yang besar dalam membina masyarakat. Pengaturan dusun dilakukan pemangku adat yang terjadi mengindikasikan adanya pergeseran sistem nilai dalam kepemimpinan masyarakat, dimana kekuasaan para Segindo mulai menjadi kabur dan kurang berpengaruh lagi. Perubahan yang terjadi sudah tentu menghendaki beberapa penyesuaian dalam sistem tata pemerintahan masyarakat, baik dalam bentuk pemerintahan dusun, negeri maupun kesatuan negeri.
Kemudian terjadi perubahan sistem pemerintahan sigindo untuk bebeapa wilayah sigindo, namun sifatnya hanya terbatas atau tidak secara keseluruhan di wilayah sigindo. Pada sistem pemerintahan Pamuncak berlaku dengan pola yang sama namun gelar sebutannya agak berbeda dengan sebelumnya menggunakan nama sigindo. Negara dengan sistem pamuncak ini antara lain, Kerajaan Pamuncak nan Tigo Kaum (Kerajaan Manjuto) yang terdiri dari Pamuncak Tuo di Pulau Sangkar, Pamuncak Tengah di Tanjung Kaseri (Serampas), Pamuncak Bungsu di Koto Tapus (Sungai Tenang). Masa sistem pemuncak adalah sejak awal abad ke 13 Masehi sampai dengan akhir abad ke 13 M. Namun sampai berjalannya pemerintahan selama satu abad tersebut belum diperoleh informasi mengenai siapa pimpinan adat dari awal berdirinya sampai berakhirnya masa pemerintahan pamuncak, informasi yang diperoleh hanya salah satu pimpinan adat terakhir saja yang banyak diketahui. Namun Daerah pamuncak lain adalah Pamuncak Pulau Rengas dan Pamuncak Pemenang – Pemberab, lahir kemudian karena tidak menganut sistem kedepatian melainkan gelar pemimpin adatnya adalah “Pemangku” maka nama pamuncak di dua daerah ini tidak mengalami perubahan.
Di antara sumbangan pemikiran dalam pembenahan sistem dan struktur pemerintahan adalah dalam hal penyempurnaan gelar pejabat atau pemangku adat. Maka masuklah beberapa istilah Jawa ke dalam ketatanegaraan masyarakat Kerinci seperti: kata (A)depati, (Te) menggung, (Per) menti, (Pe) mangku, Rio, Ngabi, Kaluhan, Ngalawe, Mendapo, dan lain-lain. Dengan adanya asimilasi penduduk pendatang terutama dari Jawa ke dalam struktur pemerintahan Sigindo sehingga menyebabkan terjadinya perubahaan dalam ketatanegaraan dan sistem pemerintahan. Pimpinan adat dinamakan Depati yang menguasai dusun atau beberapa dusun.
Semenjak itu pula maka sistem kemasyaratan di Alam Kerinci mengalami perubahan nama bagi pemimpin adat mereka. Nama “depati’ digunakan untuk menggantikan nama sigindo dan pamuncak. Masing-masing wilayah sigindo dan pamuncak bermunculan pemimpin wilayah yang bergelar depati. Gelar Depati ini digenapi dengan mengangkat pimpinan depati dan depati-depati pendukung pimpinan yang sering pula diistilahkan dengan istilah ‘kemerkan atau kembang rekan’. Sehingga pimpinan adat tidak berjalan sendiri, beliau dibantu oleh depati-depati kembang rekan.
Daerah kekuasaan masing-masing sigindo sebelum zaman depati di sekitar wilayah negeri masing tempat duduknya penguasa-penguasa tersebut. Jadi masing-masingnya merupakan penguasa dari kelompok-kelompok masyarakat yg tidak begitu besar. Fungsi nasing-masing mereka bukan pula sebagai seorang raja absolut, tetaoi hanya sebagai tua kampung atau kepala suku.
Dalam masa pemerintahan sigindo ini, Kerinci telah mengenal hubungan dengan daerah-daerah luar. Adapun orang-orang luar yang penting masuk ke Kerinci dan kemudian menetap di Kerinci waktu itu antara lain:
1. Sultan Maharaja Hakekat, keturunan raja Pagarruyung. Beliau diutus ke Kerinci untuk menyebarkan Agama Islam, menetap di Tamiai dengan nama Raden Serdang (lihat Tambo Raden Serdang). Beliau kawin dengan anak Sigindo Bauk, sesuai dengan adat setempat beliau berhak menerima gelar adat dan berhak pula menggantikan mertuanya sebagai kepala adat setempat. Nama Sigindo Bauk akhirnya diganti dengan nama Depati Muaro Langkap.
2. Indra Jati, berasal dari Kerajaan Minangkabau dan keturunan Mengkudum di Sumanik (lihat tambo Indrapura). Sama halnya dengan Raden Serdang, beliau kemudian diangkat menjadi pimpinan adat di Tanah Hiyang (Klerk. 1890). Gelar kebesaran yang dianugerahkan kepada Indra Jati gelar Depati Atur Bumi. Oleh karena beliau kawin dengan anak sigindo Kuning di Seleman, maka beliau juga menyandang gelar Depati Batu Hampar.
3. Raja Keninting, adik raja Minangkabau Tuanku Syah Alam. Dengan melalui Indrapura beliau sampai di negeri Banto. Dalam perjalanan selanjutnya di daerah Batang Merangin beliau bertemu Raden Serdang di Tamiai. Kemudian anak Raja Keninting bernama Sigindo Batinting kawin dengan Puti Unduk Pinang Masak yang berasal dari Pagarruyung. Pada zaman depati gelar tertinggi yang memimpin wilayah sigindo Batinting atau Pamuncak Tuo adalah Depati Rencong Telang.
4. Lain halnya dengan Sigindo Teras yang berada di Pengasi, beliau adalah penduduk asli daerah tersebut dan seiring dengan perkembangan wilayah, gelar sigindo teras berubah nama menjadi Depati Biang Sari.
Tentang waktu kedatangan ke tiga orang di atas tidak begitu jelas namun mereka datang ke Kerinci dalam waktu yang tidak berbeda jauh. Pada sekitar tahun 1280 M masing-masing mereka sudah menyandang gelar sigindo. Pada masa pemerintahan Sigindo ini, agama Islam telah berkembang di Kerinci.
Perkembangan selanjutnya dikatakan bahwa nama itu kemudian menjadi berubah sesudah adanya penyatuan netral Kerinci sebagai akibat dari ada dua kiblat pemerintahan yang selalu berusaha untuk merangkul Kerinci sebagai bagian dari negara atau pemertintahannya, yaitu Kerajaan Melayu Dharmasraya yang sudah dari awal ingin mengontrol Kerinci, ini ditandakan ditemukannya Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah oleh Uli Kozok, yang di dalam uraiannya tercantum bahwa UU itu dibuat semasa Kerajaan Melayu Dharmasraya pada abad ke 13 dan dikirim ke penguasa di Kerinci untuk diterapkan kepada seluruh masyarakat Kerinci.
Menghadapi kekuatan besar kerajaan Melayu Dharmasraya mempengaruhi Pemerintahan Depati IV Alam Kerinci tersebut, maka pemerintahan ini selalu melakukan reposisi kondisi internal daerah dan negara secara keseluruhan.
Penguatan institusi terjadi secara terus menerus, pimpinan adat diperkuat dengan menambah perangkat adat lainnya. Misalnya untuk kepentingan dan kekuatan wilayah Depati Atur Bumi, maka ditambah pula beberapa depati seperti Depati Batu Hampar adalah pimpinan wilayah secara internal memimpin urusan dalam wilayah mereka. Bila ada urusan keluar atas nama wilayah maka yang dibawa nama adalah Depati Atur Bumi. Di wilayah Rencong Telang juga berkembang banyak depati, antara lain Depati Telago, Depati Sangkar dan lainnya. Untuk urusan internal dalam wilayah Depati Rencong Telang maka secara internal dipimpin oleh Depati Telago, namun kalau ada urusan yang berhubungan dengan negara konfederasi (Depati IV Alam Kerinci) maka gelar yang dibawa keluar oleh Depati Talago adalah Depati Rencong Telang.
Tidak itu saja ada kesepakatan bahwa siapa saja yang ditunjuk oleh kerapatan adat, depati yang ditunjuk mewakili wilayah harus membawa keluar nama kebesaran Depati Rencong Telang. Demikian pula di Tamia, untuk urusan internal dibentuk Depati Muncak, Depati Miai, Depati Brau dan lainnya. Untuk urusan pemerintahan sehari-hari dipimpin oleh Depati Muncak, sedangkan untuk kepentingan pemerintahan Depati IV Alam Kerinci gelar yang disandang oleh Depati Muncak atau yang lainnya adalah Depati Muara Langkap. Gelar kebesaran untuk wilayah Serampas adalah Depati Sri Bumi Putih. Gelar kebesaran wilayah Sungai Tenang adalah Depati Purwo Menggalo. Demikian seterusnya untuk wilayah-wilayah di Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah. Lengkapnya seperti berikut ini:
A. Lembaga Adat Wilayah Depati Rencong Telang
1. Depati Talago
2. Depati Sangkar
3. Depati Kerinci
4. Depati Suko Berajo
5. Depati Belinggo
6. Depati Anggo Rajo
B. Lembaga Adat Wilayah Depati Muaro Langkap
1. Depati Muara Langkap
2. Depati Muncak
3. Depati Miai
4. Depati Berau
C. Lembaga Adat Wilayah Depati Biang Sari
1. Depati Biang Sari
2. Depati Karan Pandan
3. Depati Langit
D. Lembaga Adat Wilayah Depati Atur Bumi
1. Depati Batu Hampar
2. Depati Mudo Terawang Lidah
3. Depati Kuning
4. Depati Taroh Bumi
5. Depati Cahayo Negeri
6. Depati Kepalo Sembah
E. Lembaga Adat Wilayah Depati Sri Bumi Putih
1. Depati Katri Udo Menggalo
2. Depati Seniudo
3. Depati Suto Menggalo
4. Depati Ango Bayo
5. Depati Singo Negaro
6. Depati Pulang Jawo
F. Lembaga Adat Wilayah Depati Purwo Menggalo
1. Depati Ranah Yuda
2. Depati Udo Menggalo
3. Depati Muncak Alam Tiang Agamo
4. Depati Mudo Pamuncak Alam
5. Depati Sembilan Tiang Pumpung
6. Depati Mangku Yudho
G. Lembaga Adat Wilayah Depati Setio Nyato
1. Depati Setio Nyato
H. Lembaga Adat Wilayah Depati Setio Rajo
1. Depati Setio Rajo
I. Lembaga Adat Wilayah Depati Setio Beti
1. Depati Setio Beti
Komentar
Posting Komentar